Sebuah Pesan
Faliq Ayken
Wahai perempuan memesona jiwa
Di ruang ini nada rinduku bersuara
Nada suara pelan: berbisik-bisik
Ditemani alunan musik organik
Senja yang membuatku rindu
Nuansa alam pikirku terpaku
Terbunuh oleh sang pembunuh akal
Membuat gerak pikirku semakin banal
Perempuanku, bolehkah aku mengagumimu?
Aku hanya ingin mengalir seperti air
Jangan engkau tanya kenapa!
Karena aku tak punya jawaban itu
Kini yang tak bisa aku dengar
Mendengar engkau kesakitan
Karena meremehkan waktu makan
Aku tak ingin engkau kehilangan kesempatan
Cilandak,
Sabtu, 15 Agustus 2009
1 komentar:
Tulisan ini saya tulis di tempat tinggal Kang Baron (mantan gitaris GIGI BAND) Cilandak, Jakarta Selatan. Tepatnya di beranda studionya. Saya menulis tulisan ini pada hari Sabtu, 15 Agustus 2009, menjelang 'Maghrib', jam 17.30 - Di kediaman Kang Baron, ada WiFi, jadi saya langsung posting di 'notes' facebook. Saya pinjam laptop inventaris studio. Hehehe. Siapa saja yang menuliskan komentar di tulisan ini? Yuk kita lihat.
- Abieb Bani Satra: Masih absurd, Lik. Se-absurd kisah cinta lu. Wakakakakak.
- Faliq Ayken: Abieb, biarkanlah diriku semakin absurd. Hehehe.
- Agam Arief: Momentum sekali tulisan ini, terutama di beranda studio Baron Soulmates, Cilandak, pukul 17.30, 15 Agustus 2009). Jarang-jarang kan. Hahaha.
- Faliq Ayken: Agam, gara-gara laptopnya error nih. Jadi ngotak-ngatik microsoft office mulu dah. Hahaha. Inspirasi datang di mana aja bro. Sampe ketiduran kita. Wkwkwkwk.
- Agam Arief: Hahahaha. Yonga..
- Faliq Ayken: Agam - Aku lelah jika terus berharap kau menjadi milikku. Ku tak lemah bila kau sakiti aku selalu. Ooohh. Asyik juga nih lagu. Hehehe.
- Efri Aditia: Jika lebih fokus pada presentasi puitik yang ingin dibangun, jika lebih hati-hati memilih kata, lebih menimbang jalinan larik, barangkali akan lebih baik. Lebih terasa. Piss bro! :)
- Faliq Ayken: Efri, sudah aku duga.
- Efri Aditia: Hehehe. Kalau udah diduga, gak jadi ah komennya! :P
- Faliq Ayken: Efri, hahaha. Ini juga sudah aku duga. Tafsirannya apaan nih?
- Efri Aditia: Waduh, udah diduga lagi ama kau, Liq. Bahaya kau. Jadi cenayang cocok kayaknya kau, Liq. Hehehe. Yang nafsirin Cak Iwan aja deh, absurd!
- Ipoenk Dan Ipoenk: Ada satu hal yang gua suka dari Felix, selalu responsif. Dan hal ini pada gilirannya membentuk sikap spontanitas, hal ini dapat gua temukan ketika dia latah.
Maka....
"latah itu anugrah, maka berbahagialah... sebab kita sengsara jika tak bisa latah" (dinyanyikan seperti lagunya Doel Sumbang, dengan birama 7/4).
Sekali lagi, karena anugrah latah itu maka membentuk kepenyairan Felix yang serba spontan. Tapi maaf sekali lagi ya Lix, puisi itu tidak hanya sekedar sikap spontanitas saja.
- Wisnu Sumarwan: Good.. :)
- Iman Fauzan: Seperti akar yang melangkah sukar di antara belukar. Hahay..
- Risthy Aprilian: Habis baca tulisan kakak, aku jadi pengen nulis gini:
Telah lama ku tak merasakan letupan-letupan itu
Entah keadaan yang meredamku
Ataukah diriku yang tanpa sadar membungkamnya
Andai esok atau lusa, letupan itu kembali muncul
Aku tak ingin hanya sekedar letupan
Tapi letupan yang akan terus meluncur
Dan menyinari langit dengan corak-corak indahnya
(mungkin tulisan di atas, bisa dibilang curhat ya, kak Aug. Hehehe).
Posting Komentar