29/04/14

Merapal Kamu

Faliq Ayken


Kamu adalah rapalan doa
tak pernah lupa kuucap
setiap saat

Langit senja
tak mampu kilaukan cahaya
Rintik hujan menutup sinar
yang akan ia berikan kepadamu
: perempuan penuh cinta

Rintik turun dalam hitungan detik,
di sanalah jantung rinduku berbisik

Sebelum pergi,
aku hanya ingin mencium keningmu
satu kali. Agar jejakku abadi
di dalam ingatanmu

Sesaat saja kuberpikir untuk meninggalkanmu,
kekasih, alam semesta dan seisinya
membenciku tak terkira

Ialah aku: seorang petani yang siap menjaga
ladang hatimu dari hama cinta
yang menghancurkan keindahannya


Pondok Petir,
Minggu, 27 April 2014

21/04/14

Seorang Lelaki Penuh Ambisi

Faliq Ayken


Seorang lelaki penuh ambisi
Meninggalkan kampung halaman
Hijrah ke kampung orang, kampung ulama
Mengambil ilmu sebanyak mungkin darinya

Seorang lelaki penuh ambisi
Setiap hari berkutat dengan kata-kata
Mengejar waktu agar tak tertinggal
Kala tertinggal, ia akan ditanggalkan
Meninggal dalam kesendirian

Seorang lelaki penuh ambisi
Setiap malam datang menemui Kekasihnya
Dalam ruang penuh cahaya, ia menyendiri di pojok jendela
Mulutnya komat-kamit mengantarkan mantra tolak bala

Seorang lelaki penuh ambisi
Mulutnya masih komat-kamit
Kali ini bukan untuk tolak bala,
tapi untuk setoran nazam-nazam alfiya

Seorang lelaki penuh ambisi
Pulang kampung setelah sekian tahun
Memboyong ilmu-ilmu yang didapat dari kampung orang
Menaruhnya di kamar tidur, rak buku, dan meja makan

Seorang lelaki penuh ambisi
Mengabdikan dirinya untuk masyarakat kampung halamannya
Dalam hatinya berucap, "Aku bisa melawan siapa pun demi kemajuan
masyarakat kita. Aku lama tinggal di pesantren. Ilmuku lebih dalam."

Seorang lelaki penuh ambisi
Bingung dan ketakutan, ia tak punya ladang untuk menanam
Akhirnya, ia menanam pohon-pohon di ladang orang,
tanpa permisi ia terus mencuri solusi

"Tenang saja, aku punya banyak dalil-dalil."


Pondok Petir,
Minggu, 20 April 2014

07/04/14

Ritual Tengah Malam

Faliq Ayken


Setiap malam, kulihat kaukeluar kamar
Menuju ruang belakang: kamar mandi, dapur, dan meja makan
Mengambil air wudu, mengusap dan membasuh anggota tubuh

Tengah malam, kaumulai berzikir bismillahirrahmanirrahim
Kauambil secarik kertas, pulpen, dan pikiranmu yang kauletakkan di meja
Kaurapal kata-kata, "Ritual tengah malam ini adalah nutrisi untukku
dan juga untuk orang-orang yang ingin berteman dengan kata-kata."
"Ritual tengah malam ini adalah pijakan tangga pertama
agar kuat melangkah pada pijakan-pijakan tangga selanjutnya."

Pada pertengahan ritual, tanpa kausadari matamu jatuh
Kauambil matamu itu dan kauletakkan ke tempat semula
Kaulanjutkan tarian-tarian jemarimu dengan sukacita
Matamu nanar, melihat jemarimu tanpa beban bergoyang ke kiri ke kanan
Sampai azan subuh berkumandang, kauberhenti.

Melanjutkan perjalanan!


Pondok Petir,
Minggu, 6 April 2014

01/04/14

Cermin Mimi Aya

Faliq Ayken


Apa kabarmu, Liq, masihkah kauingat nasihatku
waktu kutitipkan cermin kesayanganku kepadamu?
Bagaimana rasanya becermin?
Apakah kau telah mengetahui dirimu sendiri?

Setiap malam, aku berdiri di depannya sambil mengedipkan mata,
terkedip-kedip seperti matamu sebelum dijemput Kekasihmu
yang telah lama kautunggu

Ialah Mimi Aya, perempuan yang tak pernah menyerah beri arah
Ialah kau, ibu yang tak suka anak-anaknya mencuri dan mencari
cermin-cermin lain sebelum ilmu cermin itu dihabiskan

Cerminmu adalah media perenungan
dari matahari sampai bulan menggantikan

Mimi Aya, saat becermin aku menemukanmu di dalamnya
Aku menciummu, memelukmu, sampai cermin itu pecah terbelah dua
"Allah adalah tujuan yang harus kauperjuangkan dengan caramu,"
katamu sebelum cermin itu kausambung menjadi satu
Semesta ini, cermin yang kautitipkan kepadaku


Pondok Petir,
Minggu, 30 Maret 2014

Huruf Liar -Blog Puisi Faliq Ayken by Ourblogtemplates.com 2014